Budaya Kemacetan di Jakarta
Kemacetan merupakan
“makanan” sehari-hari penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar
seperti di Jakarta.Permasalahan Kemacetan Jakarta merupakan permasalahan yang
sudah lumrah dan menjadi sesuatu yang vital. Karena dampaknya dapat berakibat
ke berbagai aspek kehidupan sehingga menyebabkan krisis dan pemborosan. Apabila
permasalahan ini dapat ditanggulangi atau setidaknya diminimalisir pembangunan
yang ada di Jakarta.
Seperti yang
dilansir Dewan Transportasi: Kota Jakarta menyebutkan kerugian akibat kemacetan
sepanjang tahun ini mencapai Rp 28 triliun. Secara nasional, kerugiannya hingga
Rp 32 triliun. Karena macet, banyak para pengguna jalan kehilangan waktu dan
sebagainya. Selama 2011, kerugian akibat kemacetan di
Jakarta mencapai Rp 28 triliun atau 32 triliun untuk angka kerugian akibat
macet secara nasional. Angka itu berasal dari bahan bakar terbuang, waktu
pengguna yang terbuang dan kerusakan lingkungan akibat gas karbon. Selanjutnya
dikatakan bahwa tingkat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya sudah
mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan. Dampak ekonomi yang cukup tinggi
(Rp 30 triliun per tahun) merupakan indikator mutlak bahwa perlu diupayakan
secepatnya program untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
Kerugian juga terdapat
dalam hal kesehatan karema,setiap partikel karbondioksida yang dikeluarkan oleh
kendaraan pun menjadi bagian yang membahayakan bagi para pengguna jalan dan
penduduk di sekitar daerah kemacetan. Penyakit pernapasan, jantung, dan kanker
adalah sebagian efek samping yang kerap menjadi perhatian. University of Southern
California yang menganalisis efek polusi udara terhadap kesehatan otak 7.500
wanita di 22 negara bagian di Amerika Serikat, melaporkan bahwa gas buangan
kendaraan bermotor dapat memengaruhi kapasitas mental, inteligensi, dan
stabilitas emosi. Berdasarkan hasil penelitian di Belanda, menghirup asap
kendaraan bermotor selama 30 menit dapat meningkatkan intensitas kerja otak
yang memengaruhi perilaku, kepribadian, kemampuan mengambil keputusan, dan
meningkatkan stres. Dalam penelitian lain di Columbia University dan Harvard
University ditemukan bahwa 90 hari terekspos dengan polusi udara dapat
memengaruhi molekul gen bayi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di New
York, Boston, Beijing, dan Krakow didapatkan bahwa anak-anak yang tumbuh di
sekitar daerah dengan emisi CO2 yang tinggi memiliki tingkat inteligensi yang
lebih rendah. Mereka juga lebih mudah mengalami depresi, kecemasan, dan
kesulitan konsentrasi. Selain anak-anak, orang dewasa pun dapat merasakan
pengaruh dari emisi CO2, yaitu mengalami masalah ingatan dan pikiran, serta
kemungkinan meningkatnya risiko terkena penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Tingkat polusi udara yang tinggi akibat kendaraan bermotor juga memengaruhi
kandungan. Heather Volk dari USC Keck School of Medicine menemukan bahwa ibu-ibu
yang tinggal 1.000 kaki dari jalan raya di Los Angeles, San Francisco, dan
Sacramento kemungkinan besar akan melahirkan anak dengan gangguan autisme.
Sebuah penelitian jangka panjang yang dikembangkan oleh Frederica Perera dari
Columbia University’s Center for Children’s Enviromental Health menunjukkan
adanya pengaruh buruk dari emisi CO2 terhadap kandungan. Perkembangan kapasitas
mental yang lambat, tingkat IQ yang lebih rendah, serta tingkat kecemasan,
depresi, dan kesulitan konsentrasi merupakan sebagian dari efek samping yang
dihasilkan.
Solusi untuk
mengatasinya adalah dengan :
·
Membuat Jalur pejalan kaki bukan jalur
sepeda
·
Berlakukan
undang-undang tenaga kerja untuk pekerja transportasi
·
Secara
bertahap perbaiki kualitas kendaraan umum
·
Normalisasi
Jalan
·
Marka
jalan dibuat lagi
·
Aturan
lalu lintas ditegakkan benar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar