I Become Real, When I Was Pretending

Kamis, 14 Juni 2012

Tulisan IBD 2 (Boma Suryananda,51411520,1IA12)


Tawuran,Seperti Itukah Budaya Kita??

Negeri ini mewarisi satu budaya yang memalukan, yakni budaya tawuran, dalam arti yang sebenarnya atau tidak. Dari lapisan masyarakat tingkat paling atas hingga terbawah, sering sekali memperlihatkan kepada publik perilaku buruk itu. Masyarakat politik saling mengumbar caci maki di media, pejabat yang sering adu tinju , tawuran warga antar kampung, tawuran antar pelajar, seakan sudah menjadi tradisi turun temurun. Semua itu menjadi menu sehari-hari di layar kaca dan lingkungan kita.
Memang tidak semua pelajar gemar tawuran. Sebagian besar masih fokus menjalankan tugas belajar. Sebagian lainnya malah mengukir prestasi hingga tingkat internasional. Namun, di kota-kota besar, fenomena tawuran pelajar tetap saja mendominasi di kalangan pelajar.
Contohnya yang terjadi pada SMA 6 Jakarta pada beberapa bulan lalu.Lantaran memakan korban para kuli tinta, kekerasan pelajar tersebut terus diupdate oleh beberapa media nasional. Yang terjadi kemudian adalah saling salah menyalahkan antara media yang menjadi korban dengan pihak sekolah yang mati-matian membela siswanya.
Kericuhan itu dimulai saat kameraman media,yang sedang mengambil gambar aksi tawuran yang diduga dilakukan siswa SMA 6. Namun, siswa yang terlibat tawuran tidak senang diambil gambarnya. Mereka kemudian merampas kaset video hasil rekaman kameraman media tersebut.Beberapa hari setelah itu puluhan wartawan melakukan aksi damai di depan SMA 6, mereka menuntut agar pihak sekolah bertanggung jawab atas aksi perampasan tersebut.
Disayangkan, aksi tersebut berujung ricuh. Puluhan siswa memukuli wartawan hingga babak belur, mengakibatkan sedikitnya lima wartawan mengalami luka.Tawuran sepertinya sudah menjadi budaya bagi sebagian siswa.Dan  Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, mengakui bahwa budaya tak terpuji tersebut sudah terjadi sejak tahun 80-an.Menurutnya, pihak pertama yang bertanggung jawab adalah para guru dan pengelola sekolah. Namun persoalan pelik itu bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah semata.
Memang bukan perkara mudah menghentikan budaya tawuran. Pasalnya, tawuran terkait juga dengan maraknya budaya premanisme yang sudah menjerat negeri ini di segala aspek. Jadi,faktor di luar pendidikan seperti lingkungan ikut memicu lahirnya budaya premanisme di sekolah. Karena itu, semua pihak harus ikut ambil bagian dalam memberantas budaya tawuran pelajar di negeri ini.
Pemerintah berperan menghapuskan tayangan berbaru kekerasan yang merajalela di layar kaca. Sudah tugas negara untuk menjaga mental rakyatnya dari informasi media massa yang merusak. Sedangkan pihak sekolah bertanggung jawab untuk membentengi anak didik dari perilaku barbar, dengan lebih banyak menggelar kegiatan yang bermanfaat, terutama di bidang kerohanian.
Bagaimanapun, guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Ia bukan hanya bertugas mengajar di kelas, tapi juga membimbing murid-muridnya di luar sekolah. Saat teladan guru hilang, siswa sekolah pun menjadi tidak terarah. Dan tawuran pun berkemungkinan sering terjadi

Senin, 04 Juni 2012

Tulisan IBD 1 (Boma Suryananda,1IA12,51411520)


Budaya Yang Terjadi di Tranportasi Masyarakat
            
      Di kota sebesar kota Jakarta, pasti peran transportasi sangat diperlukan.Dikarenakan banyaknya masyarakat Jakarta yang setiap tahun terus bertambah.Maka, dari itu pemerintah harus membentuk berbagai macam transportasi agar dapat digunakan oleh orang banyak.Sekarang Jakarta sudah dapat dibilang maju dalam bidang ke-transportasian, karena seperti kita lihat sekarang sudah ada Busway, transportasi air, kereta, angkutan umum(kopaja,mikrolet,patas,dll).
Tetapi meskipun di Jakarta transportasi masyarakat umum sangat banyak, menjadikan tranportasi tersebut yang terkadang ada terabaikan kenyamanan, kebersihan, dan keamanannya.Seperti dalam masalah keamanan baru-baru ini kita  sering mendengar terjadinya pemerkosaan di angkutan umum, lalu ada yang lebih sering,atau bahkan pernah kita lihat seperti pelecehan seksual yang terjadi di transportasi umum ,pencopetan ,penodongan ,bahkan pembunuhan sekalipun.Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Pemerintah,korban,atau penjahat itu sendiri? Menurut saya semua orang harus bisa bertanggung jawab apa yang terjadi, korban juga harus lebih hati-hati dengan tidak mengundang perilaku kejahatan berbuat kejahatan, dan pemerintah juga harus menindak tegas pelaku kejahatan yang ada di transportasi umum.
Jika bicara tentang kenyamanan pastilah masyrakat jakarta juga tahu, transportasi umum di jakarta sebagian besar kenyamanannya mengecewakan. Bagaimana tidak, contoh jika kita ingin menaiki kereta kearah Bogor-Jakarta,apalagi saat itu hanya ada kereta ekonomi.Sangat penuh sesaknya orang yang di dalam kereta, dan yang tidak kebagian pun naik di atas ataupun di sambungan kereta tersebut,tanpa mempedulikan bahaya yang ada.Belum lagi ada saja yang memaksakan berjualan,mengemis,bahkan mengamen di dalam kereta, padahal kereta sudah sangat penuh, belum lagi pencopetan yang sering terjadi jika kereta penuh.Budaya merokok di transportasi umum pun masih sering dijumpai, yang dulu sempat pemerintah tindak tegas,tetapi sekarang makin banyak yang melanggarnya dan tidak ditindak tegas karena sangat mengganggu orang yang tidak merokok pastinya.
Kebersihan juga menjadi salah satu faktor utama masih tertinggalnya Jakarta, dengan kota-kota di mancanegara, karena dapat kita lihat sendiri seperti di Stasiun, Terminal, dan tempat tempat transportasi umum lainnya. Sampah-sampah berserakan dan sering dijadikan tempat buang air kecil sembarangan dan bahkan kita sebagai penggunanya juga kurang menyadarinya dan tidak segera bergerak untuk membersihkan malah kadang juga melakukan.
Dari situ kita sudah dapat membayangkan betapa masih kurangnya kebersihan, kenyamanan, serta keamanan yang ada pada transportasi Jakarta.Pemerintah harus menindak lanjuti jangan asal membuat transportasi baru saja, tetapi harus juga memfasilitasi masyarakat agar kebersihan,kenyamanan, dan keamanan terjalin.