Tawuran,Seperti Itukah Budaya Kita??
Negeri ini mewarisi satu budaya yang memalukan, yakni
budaya tawuran, dalam arti yang sebenarnya atau tidak. Dari lapisan masyarakat
tingkat paling atas hingga terbawah, sering sekali memperlihatkan kepada publik
perilaku buruk itu. Masyarakat politik saling mengumbar caci maki di media,
pejabat yang sering adu tinju , tawuran warga antar kampung, tawuran antar
pelajar, seakan sudah menjadi tradisi turun temurun. Semua itu menjadi
menu sehari-hari di layar kaca dan lingkungan kita.
Memang tidak semua pelajar gemar tawuran.
Sebagian besar masih fokus menjalankan tugas belajar. Sebagian lainnya malah
mengukir prestasi hingga tingkat internasional. Namun, di kota-kota besar,
fenomena tawuran pelajar tetap saja mendominasi di kalangan pelajar.
Contohnya yang terjadi pada SMA 6 Jakarta
pada beberapa bulan lalu.Lantaran memakan korban para kuli tinta, kekerasan
pelajar tersebut terus diupdate oleh beberapa media nasional. Yang terjadi
kemudian adalah saling salah menyalahkan antara media yang menjadi korban
dengan pihak sekolah yang mati-matian membela siswanya.
Kericuhan itu dimulai saat kameraman media,yang
sedang mengambil gambar aksi tawuran yang diduga dilakukan siswa SMA 6. Namun,
siswa yang terlibat tawuran tidak senang diambil gambarnya. Mereka kemudian
merampas kaset video hasil rekaman kameraman media tersebut.Beberapa hari
setelah itu puluhan wartawan melakukan aksi damai di depan SMA 6, mereka
menuntut agar pihak sekolah bertanggung jawab atas aksi perampasan tersebut.
Disayangkan, aksi tersebut berujung ricuh.
Puluhan siswa memukuli wartawan hingga babak belur, mengakibatkan sedikitnya
lima wartawan mengalami luka.Tawuran sepertinya sudah menjadi budaya bagi
sebagian siswa.Dan Wakil Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta, mengakui bahwa budaya tak terpuji tersebut sudah
terjadi sejak tahun 80-an.Menurutnya, pihak pertama yang bertanggung jawab
adalah para guru dan pengelola sekolah. Namun persoalan pelik itu bukan hanya
tanggung jawab pihak sekolah semata.
Memang bukan perkara mudah menghentikan
budaya tawuran. Pasalnya, tawuran terkait juga dengan maraknya budaya
premanisme yang sudah menjerat negeri ini di segala aspek. Jadi,faktor di luar
pendidikan seperti lingkungan ikut memicu lahirnya budaya premanisme di
sekolah. Karena itu, semua pihak harus ikut ambil bagian dalam memberantas
budaya tawuran pelajar di negeri ini.
Pemerintah berperan menghapuskan tayangan
berbaru kekerasan yang merajalela di layar kaca. Sudah tugas negara untuk
menjaga mental rakyatnya dari informasi media massa yang merusak. Sedangkan
pihak sekolah bertanggung jawab untuk membentengi anak didik dari perilaku
barbar, dengan lebih banyak menggelar kegiatan yang bermanfaat, terutama di
bidang kerohanian.
Bagaimanapun, guru adalah teladan bagi
murid-muridnya. Ia bukan hanya bertugas mengajar di kelas, tapi juga membimbing
murid-muridnya di luar sekolah. Saat teladan guru hilang, siswa sekolah pun menjadi
tidak terarah. Dan tawuran pun berkemungkinan sering terjadi